Perayaan Ogoh-Ogoh, Bali
Akhirnya gue punya kesempatan bisa merayakan Hari Raya Nyepi di Bali karena selama ini di Jakarta setiap tanggal merah di Hari Raya Nyepi yaaa cuma libur seperti biasa. Gue sudah lama merencanakan ini dan terwujud hehe tapi yang mau gue bahas di postingan ini adalah perayaan Ogoh-ogoh di Bali karena menurut pengalaman gue kemarin, perayaan Ogoh-ogoh juga menjadi daya tarik turis lokal dan asing juga lhoo.. Simak yaaa.
Seperti yang kalian lihat, Ogoh-ogoh yang dibuat selalu berupa makhluk seram seperti raksasa atau monster besar. Alasannya adalah Ogoh-ogoh harus menyerupai Bhuta Kala yang artinya alam semesta dan waktu tidak terukur dan tidak terbantahkan.
Gue mengikuti perayaan Ogoh-ogoh di daerah Canggu dan sekitar pukul 17.00 WITA. Sampai di sana saja sudah banyak Ogoh-ogoh yang parkir di pinggir jalan. Jadi, perayaan Ogoh-ogoh dilaksanakan sore hari sebelum Hari Raya Nyepi. Nama satu hari sebelum Hari Raya Nyepi adalah Pangrupukan.
Para pemain musik Ogoh-ogoh sudah berkumpul, ditambah hari mulai gelap jadi waktunya untuk memulai arak-arak berkeliling desa ramai-ramai. Ketika itu rumah warga dan toko-toko yang dilewati arak-arakan Ogoh-ogoh selalu mematikan lampu rumah agar cahaya lampu para Ogoh-ogoh menjadi terlihat dan karakter Ogoh-ogoh lebih hidup. Gue, warga setempat dan turis asing ikut meramaikan arak-arakan sambil merekam dan foto-foto.
Setelah berkeliling ke setiap sudut desa dan gue mulai kelelahan karena pada hari itu aktivitas gue padat sejak pagi dan sepertinya kegiatan perayaan Ogoh-ogoh sudah hampir selesai tapi sebelumnya gue survey di internet, setelah arak-arakan para Ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol pemurnian diri, alasannya adalah umat Hindu telah siap memperingati Nyepi dalam keadaan suci. Sayangnya, gue tidak melihat momen itu dan pada hari setelah Hari Raya Nyepi sempat melihat beberapa Ogoh-ogoh masih utuh. Mungkin ada penyebab lain yang harus gue cari tahu.
Seperti yang kalian lihat, Ogoh-ogoh yang dibuat selalu berupa makhluk seram seperti raksasa atau monster besar. Alasannya adalah Ogoh-ogoh harus menyerupai Bhuta Kala yang artinya alam semesta dan waktu tidak terukur dan tidak terbantahkan.
Gue mengikuti perayaan Ogoh-ogoh di daerah Canggu dan sekitar pukul 17.00 WITA. Sampai di sana saja sudah banyak Ogoh-ogoh yang parkir di pinggir jalan. Jadi, perayaan Ogoh-ogoh dilaksanakan sore hari sebelum Hari Raya Nyepi. Nama satu hari sebelum Hari Raya Nyepi adalah Pangrupukan.
Para pemain musik Ogoh-ogoh sudah berkumpul, ditambah hari mulai gelap jadi waktunya untuk memulai arak-arak berkeliling desa ramai-ramai. Ketika itu rumah warga dan toko-toko yang dilewati arak-arakan Ogoh-ogoh selalu mematikan lampu rumah agar cahaya lampu para Ogoh-ogoh menjadi terlihat dan karakter Ogoh-ogoh lebih hidup. Gue, warga setempat dan turis asing ikut meramaikan arak-arakan sambil merekam dan foto-foto.
Setelah berkeliling ke setiap sudut desa dan gue mulai kelelahan karena pada hari itu aktivitas gue padat sejak pagi dan sepertinya kegiatan perayaan Ogoh-ogoh sudah hampir selesai tapi sebelumnya gue survey di internet, setelah arak-arakan para Ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol pemurnian diri, alasannya adalah umat Hindu telah siap memperingati Nyepi dalam keadaan suci. Sayangnya, gue tidak melihat momen itu dan pada hari setelah Hari Raya Nyepi sempat melihat beberapa Ogoh-ogoh masih utuh. Mungkin ada penyebab lain yang harus gue cari tahu.
Komentar
Posting Komentar