Warung Lesehan Mertha Sari, Bali
Satu kata untuk gue dan Oline yaitu NIAT karena mau mengendarai motor berkilo-kilo meter dari Canggu ke Klungkung hanya untuk makan siang di Warung Lesehan Mertha Sari. Bangun tidur lebih pagi dilanjutkan sarapan dengan 2 buah pisang ditambah sebotol air mineral dingin. Hari itu memang gue berkomitmen untuk mengunjungi Warung Lesehan Mertha Sari, gue sudah merencanakan ini sejak lama dan harus sempat untuk makan siang disana (kalau ada yang nanya alasan). Berbekal scooter matic, GPS, satu liter air mineral dan kamera maka berangkat lah gue menuju ke daerah Klungkung. Ketika gue di tengah perjalanan, gue mulai gelisah tentang ekspektasi sesampainya di lokasi, ‘apakah nanti sesuai harapan?’ karena gue sudah NIAT mengembara sejauh ini.
Selama 1 jam lebih berkendara akhirnya gue tiba di Jalan Kresna yang menandakan gue sudah dekat dengan Warung Lesehan Mertha Sari. Sesampainya di lokasi, gue langsung memparkirkan motor di bawah pohon besar lalu terlihat suasana Warung Lesehan Mertha Sari yang tidak begitu ramai padahal saat itu sudah mendekati waktu makan siang.
Gue memilih duduk lesehan di dekat pintu masuk, mengingat cahaya matahari bagus untuk pemotretan makanan. Salah satu pelayan dengan sigap menghampiri kami, di Warung Lesehan Mertha Sari tidak ada buku menu sama halnya seperti di Warung Mak Beng jadi mereka hanya menanyakan jumlah porsi karena sudah satu paket. Oh ya, gue belum kasih tahu tentang Warung Lesehan Mertha Sari, warung ini mengolah ikan Tuna menjadi sate lilit, sate bumbu, sup, dan pepes. Warung Lesehan Mertha Sari sudah terkenal sejak lama buktinya ada foto Mantan Presiden Indonesia Kelima yaitu Ibu Megawati Soekarnoputri yang sedang duduk lesehan.
Aroma sate yang sedang dibakar masuk ke ruang makan membuat gue makin gak sabar, untungnya gak lama semua pesanan sudah komplit di hadapan gue dan Oline yang kelaparan.
Penampilan makanan sangat sederhana, gue bisa lihat ada sup ikan kuah kuning, sayur seperti urap yang dibumbui khas Bali, sambah matah, kacang tanah sangrai, dan ketiga menu utama yaitu sate lilit, sate bumbu dan pepes ikan. Gue akan menceritakan satu persatu dan sepertinya gue gak perlu menjelaskan rasa kacang sangrai, kalian pasti tahu, kan?
Gue gak sempat bertanya nama dari olahan sayur seperti urap ini, gue bilang ini mirip urap karena kombinasi sayurannya sama dengan urap hanya yang membedakan tidak menggunakan saus kacang atau sambal pecel seperti di urap. Namun, sayur ini dimasak ala Warung Lesehan Mertha Sari then yang gue rasakan adalah cukup pedas dan enak juga dicampur dengan makanan lain.
Setiap gue makan di warung nasi Bali entah di pinggir jalan atau dimana saja pasti ada sup yang menggunakan bumbu atau rempah-rempah khas Bali lalu isinya menyesuaikan identitas warung seperti daging sapi, babi atau salah satu yang baru gue rasakan di tempat ini menggunakan ikan tuna. Sup ikan ini berkuah kuning, rasa kaldu ikan sangat terasa banget, ada rasa pedas dari rempah-rempah dan potongan daging ikan pun gak pelit.
Sate lilit sangat sesuai ekspektasi mulai dari rasa gurih, rasa daging ikan tuna nya enak, hanya saja kurang tebal sedikit malah yang tebal gagang sate lilit nya (hehe). Awalnya, setelah gue mencicipi sate ikan bumbu, ada rasa manis dan kemudian gurihnya ikan tuna bakar jadi tidak ada rasa pedas, mungkin itu fungsi kehadiran sambal matah. Satu lagi, ada pepes ikan tuna yang menurut gue bikin kenyang karena bertekstur padat dan rasa pun dijamin enak juga, penampilannya seperti otak-otak. Lalu, ada sedikit rasa pedas dari bumbu. Lebih enak kalau dicampur bumbu sate dan sambal matah juga.
Selama gue menikmati makanan, pengunjung mulai berdatangan seperti pekerja kantoran, pegawai negeri sipil dan orang-orang sibuk yang kelaparan. Pukul 12.20 WITA sudah agak ramai pengunjung jadi gue sarankan kalian datang sebelum atau setelah jam makan siang. Hasil dari makan di Warung Lesehan Mertha Sari adalah perut kekenyangan karena gue juga sempat tambah satu porsi nasi putih (terlalu kalap). Gue tahu beberapa dari kalian berminat ke Warung Lesehan Mertha Sari, kalian cukup mengeluarkan uang Rp. 30.000 untuk satu porsi. Oh yaa, kalian jangan datang terlalu sore karena Warung Lesehan Mertha Sari tutup pada pukul 18.00 WITA, gue sih menyarankan waktu makan siang adalah waktu yang paling tepat.
Habis makan baru ingat kalau harus pulang ke Canggu tapi jadi mager, mampir dulu deh ke air terjun Nung Nung.
#GerakanTanpaSedotan
#NoStrawMovement
Selama 1 jam lebih berkendara akhirnya gue tiba di Jalan Kresna yang menandakan gue sudah dekat dengan Warung Lesehan Mertha Sari. Sesampainya di lokasi, gue langsung memparkirkan motor di bawah pohon besar lalu terlihat suasana Warung Lesehan Mertha Sari yang tidak begitu ramai padahal saat itu sudah mendekati waktu makan siang.
Gue memilih duduk lesehan di dekat pintu masuk, mengingat cahaya matahari bagus untuk pemotretan makanan. Salah satu pelayan dengan sigap menghampiri kami, di Warung Lesehan Mertha Sari tidak ada buku menu sama halnya seperti di Warung Mak Beng jadi mereka hanya menanyakan jumlah porsi karena sudah satu paket. Oh ya, gue belum kasih tahu tentang Warung Lesehan Mertha Sari, warung ini mengolah ikan Tuna menjadi sate lilit, sate bumbu, sup, dan pepes. Warung Lesehan Mertha Sari sudah terkenal sejak lama buktinya ada foto Mantan Presiden Indonesia Kelima yaitu Ibu Megawati Soekarnoputri yang sedang duduk lesehan.
Aroma sate yang sedang dibakar masuk ke ruang makan membuat gue makin gak sabar, untungnya gak lama semua pesanan sudah komplit di hadapan gue dan Oline yang kelaparan.
Penampilan makanan sangat sederhana, gue bisa lihat ada sup ikan kuah kuning, sayur seperti urap yang dibumbui khas Bali, sambah matah, kacang tanah sangrai, dan ketiga menu utama yaitu sate lilit, sate bumbu dan pepes ikan. Gue akan menceritakan satu persatu dan sepertinya gue gak perlu menjelaskan rasa kacang sangrai, kalian pasti tahu, kan?
Gue gak sempat bertanya nama dari olahan sayur seperti urap ini, gue bilang ini mirip urap karena kombinasi sayurannya sama dengan urap hanya yang membedakan tidak menggunakan saus kacang atau sambal pecel seperti di urap. Namun, sayur ini dimasak ala Warung Lesehan Mertha Sari then yang gue rasakan adalah cukup pedas dan enak juga dicampur dengan makanan lain.
Setiap gue makan di warung nasi Bali entah di pinggir jalan atau dimana saja pasti ada sup yang menggunakan bumbu atau rempah-rempah khas Bali lalu isinya menyesuaikan identitas warung seperti daging sapi, babi atau salah satu yang baru gue rasakan di tempat ini menggunakan ikan tuna. Sup ikan ini berkuah kuning, rasa kaldu ikan sangat terasa banget, ada rasa pedas dari rempah-rempah dan potongan daging ikan pun gak pelit.
Sate lilit sangat sesuai ekspektasi mulai dari rasa gurih, rasa daging ikan tuna nya enak, hanya saja kurang tebal sedikit malah yang tebal gagang sate lilit nya (hehe). Awalnya, setelah gue mencicipi sate ikan bumbu, ada rasa manis dan kemudian gurihnya ikan tuna bakar jadi tidak ada rasa pedas, mungkin itu fungsi kehadiran sambal matah. Satu lagi, ada pepes ikan tuna yang menurut gue bikin kenyang karena bertekstur padat dan rasa pun dijamin enak juga, penampilannya seperti otak-otak. Lalu, ada sedikit rasa pedas dari bumbu. Lebih enak kalau dicampur bumbu sate dan sambal matah juga.
Selama gue menikmati makanan, pengunjung mulai berdatangan seperti pekerja kantoran, pegawai negeri sipil dan orang-orang sibuk yang kelaparan. Pukul 12.20 WITA sudah agak ramai pengunjung jadi gue sarankan kalian datang sebelum atau setelah jam makan siang. Hasil dari makan di Warung Lesehan Mertha Sari adalah perut kekenyangan karena gue juga sempat tambah satu porsi nasi putih (terlalu kalap). Gue tahu beberapa dari kalian berminat ke Warung Lesehan Mertha Sari, kalian cukup mengeluarkan uang Rp. 30.000 untuk satu porsi. Oh yaa, kalian jangan datang terlalu sore karena Warung Lesehan Mertha Sari tutup pada pukul 18.00 WITA, gue sih menyarankan waktu makan siang adalah waktu yang paling tepat.
Habis makan baru ingat kalau harus pulang ke Canggu tapi jadi mager, mampir dulu deh ke air terjun Nung Nung.
#GerakanTanpaSedotan
#NoStrawMovement
Komentar
Posting Komentar